Rabu, 27 Februari 2013

story1

Hari Minggu yang panas ini membuat Ai berpeluh, mentari yang menyenggat ini membuatnya berulang kali menyeka keringat, yang mengalir bak sungai kecil di tubuh kecilnya yang kurus, tapi Ai tidak mengeluh, dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya membersihkan halaman rumah pak Kadus tetangganya, hanya pekerjaan ini yang bisa di lakukannya, Ai hanya ingin membantu Ibu mencari uang, Ai dan ibu tinggal berdua tanpa ayah, yang telah pergi meninggalkan mereka, ketika usia Ai masih balita, kecelakaan 5 tahun lalu itu memisahkan mereka dan mengubah jalan hidupnya.
Ibu bekerja keras untuk membiayai hidup mereka berdua, meski hanya kerja jadi pembantu alias babu, di komplek perumahan baru dekat kampungnya.

Ai merasa lelah, lalu mencari tempat untuk beristirahat sejenak, Ai mengeluarkan bekal makan siang yang di siapkan ibunya tadi pagi "Bawa bekal aja ya Ai, biar hemat ..."Ai tersenyum melihat tempat bekalnya, lauknya hari ini masih di seputaran, tempe, tahu goreng, atau telur, atau sayur toge salah satunya pasti, karena ketidakmampuan mencapai standart empat sehat lima sempurna, tapi Ai bersyukur masih bisa makan nasi dengan lauk seadanya, karena kata ibu,"Apapun yang kita makan harus kita syukuri Ai, jangan mengeluh".
Ahh..ibu pasti lagi mencuci baju di rumah majikannya, pikir Ai sambil membersihkan tubuhnya yang kotor, lalu mulai membuka bungkusan bekalnya, senyumnya sedikit melebar melihat lauknya, telur dadar buatan ibu, belum ada tandingannya,mmm..eennaaak.
Angin yang bertiup pelan membuat Ai nyaris ngantuk, Ai harus bergegas, dia tidak boleh tertidur, cepat siap cepat pulang, tekadnya.
Setelah beristirahat, makan lalu shalat, shalat baginya, kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan, ibu pernah marah besar pada Ai, karena Ai pernah meninggalkan shalat, sejak saat itu Ai berjanji dalam hati, tidak akan membuat ibu marah dan sedih, hanya ibu yang Ai miliki. Ai meneruskan kerjanya, halaman rumah pak Kadus banyak ditanami pohon buah-buahan, Ai paling suka kalau di minta membersihan halamannya pak Kadus, pak Kadus dan anggota keluarganya ramah-ramah dan pak Kadus itu kepala dusun yang sangat disegani, tapi yang penting buat Ai, bekerja di rumah pak Kadus bisa membuatnya mendapat tawaran kerja dirumah tetangga lainnya, karena rumah pak Kadus sering di datangi tamu.

Hampir sore, pekerjaan Ai pun selesai, pak Kadus memberi empat lembar pecahan lima ribuan dan bungkusan plastik yang isinya pisang, ubi dan daunnya,"Ini kebanyakan pak..." kata Ai, menyodori uang yang di terimanya,"Tidak apa-apa Ai, ambil saja, minggu depan datang lagi ya, bantuain saya nanam sayur,"Ai menggangguk "Ai permisi pak, terima kasih". Ai berlalu pergi.

"Sudah pulang si Ai, pak?"
"Sudah bu, bayarannya juga sudah bapak kasih tadi, lebih seperti kata ibu" ujar pak Kadus.
"Kalau melihat Ai, ibu suka sedih pak, masih kecil sudah yatim tapi dia anak yang rajin dan sangat sayang pada ibunya ".


 ***


Ai melangkah happy, sempat hilang rasa capek yang  menyapanya sesaat, setelah dia menyelesaikan kerjanya tadi, terbayang wajah ibu nanti ketika Ai memberi uang hasil keringatnya hari ini, semoga Ai yang tiba dirumah duluan ketimbang ibu.
Jam seakan bergerak lambat, ibu belum pulang, Ai merebahkan badannya di lantai yang cuma beralas tikar lusuh, matanya mulai terpejam..terjaga..terpejam.
"Ai mau yang itu..terus itu...yang itu juga bu.."
"Semua juga boleh Ai...pilih aja yang mana Ai mau..."
Hahh...seakan tak percaya dengan ucapan ibu, yang biasanya hanya membolehkan Ai mengambil satu bila membeli sesuatu, itupun setelah menabung dan menghemat pengeluaran terlebih dahulu. Tangan Ai sibuk memilih, buku-buku tulis yang sampulnya bergambar kartun, buku yang tidak pernah dia miliki sebelumnya, lalu matanya melihat pensil yang panjang, Ai pun berminat mengambilnya, tas dengan gambar tokoh kartun yang sangat di impikannya juga ikut di raihnya, tangan kecilnya tak terlihat lagi karena ditutupi dengan barang-barang yang diinginkannya.
"Berat Ai?"
"Iya..."Ai tersenyum malu, tidak pernah sebelumnya dia seperti ini, terlihat tak terkendali, semua seakan ingin di beli.
"Mau makan ayam goreng Ai?" 
Ai mengangguk cepat, wah...akhirnya kesampaian juga keinginannya menyicipi ayam goreng berlabel, padahal seminggu yang lalu dia di beri pengertian oleh ibunya, sepotong ayam goreng berlabel itu harganya sama dengan pengeluaran belanja satu hari, sepotong!...mahal kan.
Jadi tawaran ini takkan di sia-siakannya, Ai duduk menunggu, barang-barang yang di beli tadi entah di mana di letakkannya, Ai masih duduk menunggu..gelisah,"Lama juga masaknya ayam goreng itu" pikirnya, Ai masih dan tetap menunggu...lalu di dengarnya"Ai...bangun Ai...jangan tidur di lantai nanti masuk angin" suara lembut itu membangunkan Ai dari mimpi sorenya.

"Capek ya Ai? sampai tertidur pulas" suara ibu terdengar mencemaskan dirinya.
"Gak bu, oia, ini upah Ai tadi..." jawabnya cepat, Ai tak ingin ibu melihatnya kelelahan dan Ai hanya ingin menyimpan mimpi indahnya tadi, suatu hari nanti mimpi itu menjadi nyata.
"Ai...tadi ibu di kasih ini sama majikan, lihat Ai...bisa untuk sekolah kan..."mata Ai bersinar, tas itu bukan tas baru, tapi gambar di tas itu, tokoh kartun yang sangat di sukainya, meski tanpa buku-buku tulis dan pencil panjang dan juga ayam goreng berlabel, Ai senang.

***
   #end
   NAD



 

1 komentar: