Minggu, 17 Maret 2013

Story4

Gubrakk...April menabrak seseorang dan nyaris terjatuh, buku-buku yang semula berada di tangannya berhampuran, sepasang tangan membantunya memunguti buku-buku itu, April menoleh, kaget sesaat, lalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih berulang-ulang, sempat terpikir sejenak, mungkin orang itu temannya si Mamang satpam.
Langkah April terhenti di teras depan, terlihat Via temannya sedang mengikat beberapa buku, yang telah berhasil mereka kumpulkan untuk sebuah taman bacaan, yang baru mereka dirikan bersama.
"Besok kita ke rumah tanteku ya Vi, beliau akan menyumbang beberapa buku bacaan untuk anak-anak" kata April, tangannya sibuk menyusun buku-buku itu di dalam kardus.
"Pergi dengan bang Alif aja ya, aku besok gak bisa..."
"Bang Alif ?"
"Iya, abangku, kebetulan dia besok gak kuliah, jadi bisa temanin kamu..."
"Tapi..."
"Besok jam 10 pagi ya..." lalu Via pamit pergi.

          ***

Seperti apa abangnya Via, aku kan belum di kenalinnya, dasar Via, pelupa atau sengaja, ahh pasti abangnya ganteng, Via kan cantik, April mulai mengkhayal, teman-teman yang lain bakal iri nih. April pun bersenandung tralala trilili.

           ***

Teng, tepat jam 10 pagi April sudah rapi, memakai kemeja kotak-kotak ala gubernur DKI, dia menanti abangnya Via di depan pintu pagar besi, tapi  belum kelihatan, yang tampak hanya sebuah mobil berwarna putih tanpa pengemudi, padahal kata Via tadi, bang Alif sudah  sampai, seharusnya beliau sudah ada disini, April melirik jam tangannya untuk yang kesekian kali,"Ciee..non April...nungguin siapa sih?" suara Mamang satpam mengodanya,"Teman...tapi kok belum datang ya.." jawabnya sambil tersenyum lalu melirik orang yang berjalan di samping Mamang, ini kan orang yang kemarin, kok ada di sini lagi, orang itu tersenyum melihatnya lalu mengulurkan tangannya"Alif...abangnya Via" katanya, April kaget tapi berusaha menutupi, jadi ini abangnya Via, waduh...kenapa jauh dari mimpi. "Sudah lama ya bang ?" tanyanya grogi.
"Baru...jadi kita pergi?"
"Jadi dong..yukk"

          ***

Di mobil...
"Abang juga mau nyumbang dech, koleksi komik yang abang punya untuk taman bacaan kalian" Alif memulai kata.
"Beneran nih bang ?"
"Iya, di rumah cuma tersimpan di lemari, nanti abang ajak teman-teman abang buat nyumbang juga"
April tersenyum, baru satu minggu tapi sudah banyak yang ingin menyumbang buku untuk taman bacaan yang didirikannya bersama Via, siapa saja boleh membacanya, sejuta rencana menari-nari di kepalanya.
"Selain taman bacaan, kalian mau bikin apa lagi ?"
"Rumah singgah bang, tapi tempatnya agak menakutkan" April tertawa sumbang.
"Ide yang menarik, nanti abang bantu dech"
"Beneran nih..." mata April bersinar senang.


          ***

"Dapat salam nih, dari abangku, buat April yang lucu katanya.." Via tertawa geli,"Heran deh..." sambungnya lagi.
April tersenyum,"Kenapa heran?"
"Kok bisa cepat kompak ya...padahal kan baru kenal, jodoh kali ya..."
April hanya tersenyum dan berdendang dalam hati, Alif type orang yang menarik, buka rupa tapi hati, sesuatu yang sudah langka di zaman ini dan dia happy karena sudah menambah satu lagi teman yang baik.

          ***
  #end




Kamis, 14 Maret 2013

Story3

Is merapikan bajunya yang berwarna putih, setelan baru yang harus dikenakannya saat ini, tampak membuatnya lebih terlihat bersih. Angin yang bertiup sedikit kencang, tak membuatnya mengurungkan niat untuk pergi, mencari alamat yang diberikan teman barunya tadi, udara malam yang dingin menabrak tubuhnya yang wangi, aroma kembang favoritnya itu menyengat, kebiasaannya menyemprot wewangian yang tidak sedikit.

                    ***
Angin bertiup makin kencang, gerimis pun menghampiri, tapi Is tidak peduli, ada urusan yang tidak bisa ditundanya lagi. Langkah ringannya terhenti ditikungan jalan, ada yang menyapanya pelan,"Kemana Is ?" suara tetangga barunya.
"Cari alamat mbak..." Is menunduk, dia enggan menatap wajah di depannya, kata teman-teman barunya, mbak yang menyapanya ini senior yang sangat disegani.
"Hati-hati, kalau perlu bantuan bilang aja ya.." 
"Iya mbak, terima kasih..." Is pun berlalu pergi, langkahnya ringan seakan terbang, Is tidak memperdulikan hujan, basah tidak masalah baginya, yang penting malam ini urusannya bisa kelar.

                    ***
Is memasuki perumahan elite yang di tuju, sesuai dengan info yang di dapatnya sore tadi, rumah-rumah besar berbaris rapi dengan pagar-pagar besi yang kokoh, tapi terlihat sepi, Is berangan, andai dia punya rumah seperti salah satu rumah di sini, teman-teman barunya pasti iri, ahh..gak mungkin, ujarnya dalam hati sembari tersenyum sendiri, Is mencari rumah no 4, ahh..itu dia rumahnya, Is mendekat lalu mengucap salam, tak ada yang menjawab. Is memberanikan diri melangkah maju, masuk ke dalam rumah melalui pintu yang sedikit terbuka, terlihat olehnya beberapa orang sedang berbincang di meja makan, Is lagi-lagi memberi salam, tak ada yang memberi jawaban, walaupun suaranya sudah di setel hingga level tinggi hingga kerongkongannya terasa perih, jawaban yang di nantinya tak kunjung menghampiri, hingga Is jadi grogi. Orang yang ingin ditemuinya pun terlihat tepat di depannya, tertunduk sedih, amarahnya tiba-tiba muncul, ingin rasanya melayangkan tangannya kewajah orang itu, tapi belum lagi niatnya berubah nyata, terdengar pembicaraan mereka,"Besok pagi kita ke kantor polisi, papa temani, itu kan kecelakaan bukan kesengajaan..." suara yang penuh kasih itu mengurungkan niat Is.
"Mama juga ikut..." kata wanita paruh baya yang menahan isak sambil menggusap kepala anaknya, pemandangan itu menyadarkan Is, tadi siang ibunya juga terisak di samping jenazahnya.   

                    ***

 Is hanya menatap anggota keluarga itu satu persatu, berharap besok semuanya pasti, mereka akan menyerahkan anaknya ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan satu tragedi, tabrak lari.
Is menjauh pergi, kembali ke tempatnya beristirahat dengan tenang, di temani aroma kembang melati.

#end

Rabu, 13 Maret 2013

story2

Dimana harus ku cari lagi, sudah banyak tempat yang ku datangi, tapi belum ku temui, letih telah jadi temanku sehari-hari, tapi bila mengingatmu semua letih tak berarti, langkahku terhenti, jantungku berdetak lebih, ayunan itu ku dekati, miss you suara batinku, tanpa bisa untuk mengatakannya langsung, melihatnya dari jarak sedekat ini, anakku..akhirnya aku bisa menemukanmu, bayi kecilku tertidur pulas, terbungkus selimut berwarna kuning lembut, tercium wangi bedak bayi yang khas, aku menatapnya dengan bahagia, tak berani membangunkannya, biarlah dia tidur dengan nyenyak, tapi rasa panik tiba-tiba menyergap, aku harus bergegas, setelah sekian lama mencari, aku menemukannya disini, di depan teras sebuah rumah bercat putih,berdinding papan di dalam ayunan.
Anakku..maafkan ibu terlambat datang, tapi ibu janji, kita akan pergi bersama dan takkan berpisah lagi. Bayiku tersenyum dalam tidurnya, seakan-akan dia tau aku datang menjemput. Banyak yang ingin ku ceritakan padanya meski tanpa suara, tanganku terulur hendak memegang pipinya yang mengemaskan itu, debar rinduku seakan meledak, terdengar teriakkan,"Jangan...jangan!" dengan nada panik yang luar biasa,"Tolong..tolooong!" suara seorang wanita yang histeris, ku urungkan niatku mengendong bayiku yang masih tertidur itu, lalu menatap wanita itu dengan marah, beraninya dia berteriak keras seperti itu, nanti bayiku terbangun.

Beberapa orang memegang tanganku, menghalangiku mengendong bayiku, jangankan mengendong, melihatnya pun di larang, anakku di gendong wanita histeris tadi, lalu membawanya masuk ke dalam rumah itu, aku meronta sekuat tenaga, tangis sedihku tak membuat mereka iba,"Anakku, mana anakku...kembalikan..." kenapa orang-orang ini menghalangiku lagi, seperti orang-orang di tempat lain yang pernah ku temui. Tidakkah mereka tau, aku ini seorang Ibu?!.

"Wanita itu bisu, tapi bisa mendengar, sudah sering mencoba menculik bayi yang ditinggal sendiri di dalam ayunan" penjelasan pak polisi, menambah ketakutan wanita yang histeris tadi, dan dia berjanji di dalam hati, mulai saat ini takkan meninggalkan anaknya di ayunan ataupun ditempat lain sendirian, karena dia seorang Ibu.

#NAD

Rabu, 27 Februari 2013

story1

Hari Minggu yang panas ini membuat Ai berpeluh, mentari yang menyenggat ini membuatnya berulang kali menyeka keringat, yang mengalir bak sungai kecil di tubuh kecilnya yang kurus, tapi Ai tidak mengeluh, dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya membersihkan halaman rumah pak Kadus tetangganya, hanya pekerjaan ini yang bisa di lakukannya, Ai hanya ingin membantu Ibu mencari uang, Ai dan ibu tinggal berdua tanpa ayah, yang telah pergi meninggalkan mereka, ketika usia Ai masih balita, kecelakaan 5 tahun lalu itu memisahkan mereka dan mengubah jalan hidupnya.
Ibu bekerja keras untuk membiayai hidup mereka berdua, meski hanya kerja jadi pembantu alias babu, di komplek perumahan baru dekat kampungnya.

Ai merasa lelah, lalu mencari tempat untuk beristirahat sejenak, Ai mengeluarkan bekal makan siang yang di siapkan ibunya tadi pagi "Bawa bekal aja ya Ai, biar hemat ..."Ai tersenyum melihat tempat bekalnya, lauknya hari ini masih di seputaran, tempe, tahu goreng, atau telur, atau sayur toge salah satunya pasti, karena ketidakmampuan mencapai standart empat sehat lima sempurna, tapi Ai bersyukur masih bisa makan nasi dengan lauk seadanya, karena kata ibu,"Apapun yang kita makan harus kita syukuri Ai, jangan mengeluh".
Ahh..ibu pasti lagi mencuci baju di rumah majikannya, pikir Ai sambil membersihkan tubuhnya yang kotor, lalu mulai membuka bungkusan bekalnya, senyumnya sedikit melebar melihat lauknya, telur dadar buatan ibu, belum ada tandingannya,mmm..eennaaak.
Angin yang bertiup pelan membuat Ai nyaris ngantuk, Ai harus bergegas, dia tidak boleh tertidur, cepat siap cepat pulang, tekadnya.
Setelah beristirahat, makan lalu shalat, shalat baginya, kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan, ibu pernah marah besar pada Ai, karena Ai pernah meninggalkan shalat, sejak saat itu Ai berjanji dalam hati, tidak akan membuat ibu marah dan sedih, hanya ibu yang Ai miliki. Ai meneruskan kerjanya, halaman rumah pak Kadus banyak ditanami pohon buah-buahan, Ai paling suka kalau di minta membersihan halamannya pak Kadus, pak Kadus dan anggota keluarganya ramah-ramah dan pak Kadus itu kepala dusun yang sangat disegani, tapi yang penting buat Ai, bekerja di rumah pak Kadus bisa membuatnya mendapat tawaran kerja dirumah tetangga lainnya, karena rumah pak Kadus sering di datangi tamu.

Hampir sore, pekerjaan Ai pun selesai, pak Kadus memberi empat lembar pecahan lima ribuan dan bungkusan plastik yang isinya pisang, ubi dan daunnya,"Ini kebanyakan pak..." kata Ai, menyodori uang yang di terimanya,"Tidak apa-apa Ai, ambil saja, minggu depan datang lagi ya, bantuain saya nanam sayur,"Ai menggangguk "Ai permisi pak, terima kasih". Ai berlalu pergi.

"Sudah pulang si Ai, pak?"
"Sudah bu, bayarannya juga sudah bapak kasih tadi, lebih seperti kata ibu" ujar pak Kadus.
"Kalau melihat Ai, ibu suka sedih pak, masih kecil sudah yatim tapi dia anak yang rajin dan sangat sayang pada ibunya ".


 ***


Ai melangkah happy, sempat hilang rasa capek yang  menyapanya sesaat, setelah dia menyelesaikan kerjanya tadi, terbayang wajah ibu nanti ketika Ai memberi uang hasil keringatnya hari ini, semoga Ai yang tiba dirumah duluan ketimbang ibu.
Jam seakan bergerak lambat, ibu belum pulang, Ai merebahkan badannya di lantai yang cuma beralas tikar lusuh, matanya mulai terpejam..terjaga..terpejam.
"Ai mau yang itu..terus itu...yang itu juga bu.."
"Semua juga boleh Ai...pilih aja yang mana Ai mau..."
Hahh...seakan tak percaya dengan ucapan ibu, yang biasanya hanya membolehkan Ai mengambil satu bila membeli sesuatu, itupun setelah menabung dan menghemat pengeluaran terlebih dahulu. Tangan Ai sibuk memilih, buku-buku tulis yang sampulnya bergambar kartun, buku yang tidak pernah dia miliki sebelumnya, lalu matanya melihat pensil yang panjang, Ai pun berminat mengambilnya, tas dengan gambar tokoh kartun yang sangat di impikannya juga ikut di raihnya, tangan kecilnya tak terlihat lagi karena ditutupi dengan barang-barang yang diinginkannya.
"Berat Ai?"
"Iya..."Ai tersenyum malu, tidak pernah sebelumnya dia seperti ini, terlihat tak terkendali, semua seakan ingin di beli.
"Mau makan ayam goreng Ai?" 
Ai mengangguk cepat, wah...akhirnya kesampaian juga keinginannya menyicipi ayam goreng berlabel, padahal seminggu yang lalu dia di beri pengertian oleh ibunya, sepotong ayam goreng berlabel itu harganya sama dengan pengeluaran belanja satu hari, sepotong!...mahal kan.
Jadi tawaran ini takkan di sia-siakannya, Ai duduk menunggu, barang-barang yang di beli tadi entah di mana di letakkannya, Ai masih duduk menunggu..gelisah,"Lama juga masaknya ayam goreng itu" pikirnya, Ai masih dan tetap menunggu...lalu di dengarnya"Ai...bangun Ai...jangan tidur di lantai nanti masuk angin" suara lembut itu membangunkan Ai dari mimpi sorenya.

"Capek ya Ai? sampai tertidur pulas" suara ibu terdengar mencemaskan dirinya.
"Gak bu, oia, ini upah Ai tadi..." jawabnya cepat, Ai tak ingin ibu melihatnya kelelahan dan Ai hanya ingin menyimpan mimpi indahnya tadi, suatu hari nanti mimpi itu menjadi nyata.
"Ai...tadi ibu di kasih ini sama majikan, lihat Ai...bisa untuk sekolah kan..."mata Ai bersinar, tas itu bukan tas baru, tapi gambar di tas itu, tokoh kartun yang sangat di sukainya, meski tanpa buku-buku tulis dan pencil panjang dan juga ayam goreng berlabel, Ai senang.

***
   #end
   NAD